Bukan Menular, Bukan Kutukan—Yuk, Pahami Lupus Lebih Dalam

📣 Masih banyak yang salah kaprah tentang lupus. Ada yang bilang penyakit ini kutukan, bahkan menular! Padahal, semua itu cuma mitos. Yuk, baca artikel lengkapnya dan pahami apa itu lupus, bagaimana gejalanya, dan kenapa penderita lupus justru butuh dukungan kita, bukan dijauhi.

LIFESTYLE

Duet Doctors

5/9/20253 min read

Jangan Salah Paham Lagi, Ini Fakta Penting Tentang Lupus!

Lupus, atau yang secara medis dikenal sebagai Systemic Lupus Erythematosus (SLE), adalah salah satu jenis penyakit autoimun yang tergolong dalam penyakit reumatik. Artinya, sistem kekebalan tubuh yang seharusnya melindungi kita justru menyerang organ-organ tubuh sendiri. Uniknya, lupus bisa menyerang hampir semua organ dan memunculkan berbagai gejala yang berbeda-beda.

Penyebab pasti dari lupus hingga saat ini belum diketahui secara pasti. Namun, para ahli menemukan bahwa penyakit ini terjadi karena gabungan dari beberapa faktor, seperti faktor keturunan (genetik), lingkungan (seperti paparan sinar matahari atau infeksi), dan juga faktor hormonal. Tidak ada satu faktor pun yang bisa disebut sebagai penyebab tunggal.

Gejala lupus bisa sangat beragam, tapi yang paling sering dikeluhkan adalah nyeri sendi yang tak kunjung sembuh, munculnya ruam merah berbentuk kupu-kupu di wajah, sariawan yang tidak terasa nyeri tapi susah sembuh, hingga gejala berat seperti kejang. Karena begitu banyak variasi gejala yang bisa muncul, lupus dijuluki sebagai “penyakit 1001 wajah”.

Sayangnya, masih banyak kabar keliru yang beredar di masyarakat tentang lupus. Hal ini menimbulkan banyak mitos yang menyesatkan dan membuat penderita lupus sering kali disalahpahami. Nah, sekarang waktunya kita kupas satu per satu mitos seputar lupus agar tidak salah kaprah lagi.

Lupus Bukanlah Penyakit Kutukan dan Menular

Istilah "penyakit kutukan" sering kali dilekatkan pada penyakit-penyakit tertentu seperti kudis atau kusta di masa lalu. Sayangnya, istilah yang sama juga sering disematkan pada lupus. Akibatnya, banyak orang dengan lupus mengalami diskriminasi dan dijauhi, padahal anggapan tersebut tidak benar.

Lupus bukan penyakit kutukan dan tidak menular. Kamu tidak akan tertular lupus hanya dengan bersalaman, berbicara, atau tinggal bersama orang yang mengidap lupus.

Namun, lupus memang bisa diturunkan dalam keluarga. Artinya, jika ada anggota keluarga yang mengidap lupus, risiko untuk mengalami hal yang sama memang bisa sedikit meningkat. Tapi perlu diingat, lupus tidak disebabkan oleh satu faktor saja. Terjadinya lupus adalah kombinasi dari faktor genetik (keturunan), lingkungan (seperti infeksi atau sinar matahari berlebihan), dan hormonal. Jadi, faktor keturunan bukan satu-satunya penyebab.

Hasil ANA Test Positif Pasti Artinya Lupus?

ANA test (Antinuclear Antibody test) adalah salah satu tes laboratorium yang sering digunakan untuk mendeteksi penyakit autoimun, termasuk lupus. Tapi, jangan buru-buru panik kalau hasil ANA test kamu positif!

Faktanya, hasil ANA test positif tidak selalu berarti kamu mengidap lupus atau penyakit autoimun lainnya. Bahkan, sekitar 5% hingga 15% orang sehat bisa mendapatkan hasil positif tanpa menderita penyakit apa pun. Selain itu, beberapa kondisi seperti infeksi atau efek dari obat-obatan tertentu juga bisa bikin hasil tes ini positif.

Itulah kenapa, hasil ANA test tidak bisa dijadikan satu-satunya patokan untuk diagnosis lupus. Dokter akan melihat gejala secara menyeluruh, memeriksa fisik, dan mempertimbangkan hasil tes lainnya sebelum membuat diagnosis.

Jadi, kalau kamu dapat hasil ANA positif, langkah terbaik adalah konsultasi langsung dengan dokter untuk mendapatkan penjelasan yang tepat dan tidak terburu-buru menyimpulkan.

Penderita Lupus Tetap Bisa Hamil, Asal Direncanakan dengan Baik

Kabar baik untuk para wanita dengan lupus—hamil tetap memungkinkan asal dilakukan dengan perencanaan yang tepat. Berkat kemajuan ilmu kedokteran, kini sudah banyak penelitian yang menunjukkan bahwa wanita dengan lupus bisa menjalani kehamilan dengan aman, selama kondisinya terkendali.

Idealnya, kehamilan direncanakan setelah lupus berada dalam fase remisi atau stabil setidaknya selama 6 bulan. Hal ini penting agar risiko komplikasi bagi ibu maupun janin bisa ditekan serendah mungkin.

Tentu saja, selama masa kehamilan, obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita lupus juga harus disesuaikan dengan kondisi kehamilan. Beberapa risiko yang mungkin muncul antara lain gangguan pembekuan darah atau gangguan aliran darah ke janin, sehingga pemantauan ketat sangat diperlukan.

Karena itulah, konsultasi rutin dengan dokter, terutama spesialis reumatologi dan dokter kandungan, sangat penting—baik sebelum, saat hamil, maupun setelah persalinan. Dengan penanganan dan pengawasan medis yang baik, kehamilan sehat bukan lagi hal yang mustahil bagi penderita lupus.

Apakah Lupus Bisa Sembuh? Ini Penjelasan yang Perlu Kamu Tahu

Banyak yang bertanya, "Apakah lupus bisa sembuh total?" Jawaban singkatnya: belum. Lupus adalah penyakit autoimun kronis yang bersifat jangka panjang. Artinya, pengobatan bukan ditujukan untuk menyembuhkan secara total, melainkan untuk mengontrol gejala, mencegah kerusakan organ, dan meningkatkan kualitas hidup penderitanya.

Tujuan utama dari pengobatan lupus adalah agar pasien bisa mencapai remisi—yaitu kondisi ketika lupus tidak aktif dan terkontrol. Idealnya, remisi ditandai dengan:

  • Skor SLEDAI (alat ukur aktivitas lupus) = 0

  • Boleh dengan atau tanpa obat hidroksiklorokuin

  • Tidak lagi memakai obat steroid

Namun, dalam praktiknya, mencapai remisi bisa jadi cukup sulit, sehingga target realistis pengobatan adalah aktivitas penyakit yang rendah atau dikenal dengan istilah Lupus Low Disease Activity State (LLDAS).

LLDAS biasanya dicapai jika:

  • Skor SLEDAI ≤ 4

  • Tidak ada gejala baru dibanding kunjungan sebelumnya

  • Masih menggunakan hidroksiklorokuin

  • Dosis steroid rendah (di bawah 7,5 mg prednisolon per hari)

  • Obat imunosupresan digunakan dalam dosis stabil dan ditoleransi dengan baik

Selain mengandalkan obat, pasien lupus juga perlu memahami penyakitnya—termasuk organ mana yang terlibat, pentingnya gaya hidup sehat, olahraga, nutrisi yang tepat, serta edukasi kesehatan reproduksi. Pasien juga harus tahu apa saja yang perlu dihindari, mengenali tanda-tanda kekambuhan, dan rutin berkonsultasi dengan dokter. Dengan manajemen yang tepat, lupus bisa dikendalikan, dan pasien tetap bisa hidup aktif serta produktif.

Lupus bukan kutukan, bukan penyakit menular, dan bukan akhir dari segalanya. Meski belum bisa disembuhkan total, penyakit ini bisa dikendalikan dengan pengobatan yang tepat dan gaya hidup sehat. Yuk, hentikan stigma dan mulai sebarkan pemahaman yang benar tentang lupus. Dengan dukungan dari kita semua, para penyintas lupus bisa tetap hidup sehat, aktif, dan berdaya.